MEDAN - Momen Peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei atau MayDay, turut diperingati Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Unit Induk Sumatera Utara, Sabtu (1/5/2021).
Diwakili Serikat Pekerja (SP) DPC Medan, SP DPC Medan Utara, SP DPC Bukit Barisan dan SP DPC Lubukpakam, wujud Hari Buruh itu mereka lakukan lewat aksi pembentangan spanduk seruan penolakan terhadap privatisasi ketenagalistrikan di masing-masing sekretariat.
Hanya saja berbeda dengan biasanya, mengingat situasi pandemi dan demi menjaga protokol kesehatan covid-19, seluruh anggota Serikat Pekerja PT PLN (Persero) sengaja tidak melakukan aksi turun ke jalan, karena dikhawatirkan akan memicu penyebaran virus memastikan tersebut.
Akan tetapi, dalam memperingati MayDay Tahun 2021, beberapa Serikat Pekerja di Sektor Ketenagalistrikan yang terdiri dari Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Persatuan Pekerja Indonesia Power (PPIP), Serikat Pekerja Pembangkit Jawa-Bali (SP PJB), Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE FSPMI), dan Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (Serbuk) menjadikan momentum Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada tanggal 1 Mei untuk menyuarakan perlawanan terhadap privatisasi ketenagalistrikan.
Perlawanan terhadap privatisasi ini dilakukan, mengingat terbukanya ruang ketenagalistrikan bisa dikuasai oleh swasta, seperti yang tercantum dalam UU Cipta Kerja (Omnibus Law).
Sebelumnya, sebagai bentuk protes ataa poin tersebut, serikat pekerja ketenagalistrikan juga telah mengajukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK), baik formil maupun materiil.
Pada kesempatan ini Serikat pekerja PT PLN (Persero) DPD Unit Induk Sumatera Utara Diwakilkan Ketua DPC SP UP3 Bukit Barisan Romy M Ginting, Ketua DPC SP UP3 Medan Maulana BilQisthi Harahap, Ketua DPC SP UP3 Medan Utara M Sabri Ilyas, Ketua DPC SP UP3 Lubukpakam Irmawati dan Sekretaris DPC SP Lubukpakam Fadlan Hidayat, menyampaikan aspirasi tertulisnya kepada Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali menyampaikan, bahwa berdasarkan Putusan MK tahun 2004 dan 2016 pada UU Ketenagalistrikan, tenaga listrik adalah salah satu cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, tenaga listrik harus dikuasai oleh negara.
“Perubahan UU Ketenagalistrikan pada pasal 42 UU Cipta Kerja mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Judicial Review terhadap pasal 10 ayat (2) tentang Unbundling dan pasal 11 ayat (1) tentang Swastanisasi atau Liberalisasi Sektor Ketenagalistrikan," terang Abrar.
Lebih dari itu, UU Cipta Kerja juga menghilangkan peran DPR dalam pembuatan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), memperluas peran swasta. Bahkan memperbolehkan pihak swasta melakukan sewa jaringan tenaga listrik, sehingga menimbulkan masalah koordinasi apabila terjadi gangguan jaringan tenaga listrik.
“Berlakunya UU Cipta Kerja berpotensi membebani negara untuk memberikan subsidi, dan bila beban subsidi tersebut tidak bisa di tanggung APBN, maka berpotensi menyebabkan kenaikan harga listrik bagi masyarakat. Agar hal itu tidak terjadi, sektor ketenagalistrikan wajib dikuasai oleh Negara dari hulu sampai hilir dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia," tegasnya.
Masih dalam aspirasi tertulis, Beberapa Perwakilan Serikat Pekerja di bidang ketenagalistrikan diantaranya,
Ketua Umum PPIP Dwi Hantoro, juga menyampaikan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja, yaitu PP No 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral juga berpotensi merugikan rakyat. Selain melahirkan pasal zombie, juga menghilangkan kewenangan Presiden dan menghilangkan penguasaan Negara.
Dijelaskan Dwi Hantoro, dalam Pasal 26 Ayat (2) PP No 25 Tahun 2021 disebutkan, bahwa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi. (EWI)
0 Komentar