Foto ; Ketua DPD SPRI Sumut Devis Karmoy |
Medan – Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pers Republik Indonesia (DPD SPRI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menyayangkan adanya oknum Advokat di Kabupaten Langkat, Sumut, yang menggugat secara perdata terhadap 10 perusahaan pers termasuk 9 orang wartawan ke Pengadilan Negeri Stabat.
“Ini bukti bahwa masih ada sebagian oknum advokat yang tidak menghormati kebebasan pers, termasuk tidak mampu membedakan mana karya jurnalistik dan pers sebagai sumber ekonomi,” ujar Ketua DPD SPRI Sumut Devis Karmoy, Kamis (9/9/2021) siang, dalam keterangan pers kepada para wartawan dan media di Medan.
Alumni Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) yang digelar Unesco Indonesia, Kementerian Pendidikan dan PWI tahun 2011 di Makassar itu, merasa sangat premature gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang di alamatkan kepada wartawan dan media. Sebab, sebut Devis, penyelesaian sengketa karya jurnalistik ada jenjang mekanismenya yang sepatutnya diselesaikan di jalur luar pengadilan.
“Sebagai masyarakat hukum, oknum advokat itu harusnya paham terlebih dahulu, bahwa sebuah karya jurnalistik tidak serta merta digugat ke Pengadilan, harus melewati jenjang Hak Jawab, Koreksi dan Klarifikasi terlebih dahulu, itulah mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jika upaya itu gagal, dilanjutkan upaya ke Dewan Pers untuk memediasi,” jelas mantan wartawan tv nasional itu.
“Perlunya oknum advokat tersebut kembali mempelajari UU Pers secara utuh dan tidak menafsirkan secara sepihak lalu menggugat ke Pengadilan. Jika semua itu dilakukan demi popularitas, saya kira ini berbahaya dan bisa merugikan pers pada umumnya,” imbuhnya.
Fakta Hukum dan Hak Jawab
Sebelumnya, pada Jumat (13/8/2021) lalu, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Stabat yang dipimpin Ketua Majelis Hakim As’ad Rahim Lubis beragendakan membaca Penetapan perkara dugaan penganiayaan nomor 405/Pid.B/2021/PN Stabat, dalam konsideran menimbang kedua menyebutkan;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari secara baik dan seksama permohonan Penasihat Hukum para Terdakw, dihubungkan dengan Berita Acara pemeriksaan para saksi dipersidangan, maka cukup beralasan menurut hukum untuk saksi Susilawati Br Sembirin ditetapkan sebagai Tersangka menurut ketentuan Pasal 242 KHUP”
Sedangkan, pada konsideran Menetapkan surat berbunyi; “Memerintahkan kepada Penyidik melalui Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Langkat untuk melakukan penyidikan terhadap saksi atas nama Susilawati Br Sembiring sehubungan dengan dugaan memberikan keterangan palsu di persidangan Pengadilan Negeri Stabat hari Selasa tanggal 10 Agustus 2021 dalam perkara Nomor 405/Pid.B/2021/PN Stabat, Terdakwa atas nama Seri Ukur Ginting alias Okor, dkk.”
Penetapan Pengadilan Stabat yang dibacakan Ketua Majelis Hakim As’ad Rahim Lubis sebagai fakta persidangan tersebut lalu dikutip wartawan dan diberitakan melalui media masing-masing, kemudian 14 media memberitakan fakta persidangan tersebut menerima Somasi oleh Susilawati Br Sembiring melalui advokatnya.
Sebagai bentuk tanggungjawab dan taat terhadap asas dan etika jurnalistik, media yang menerima Somasi pun langsung menayangkan Hak Jawab dari Susilawati Br Sembiring.
Gugatan PMH
Ironisnya, media yang telah menayangkan Hak Jawab dari kuasa hukum Susilawati tersebut tidak berakhir disitu. Oknum Advokat berinisial “TL” itu, kembali melanjutkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Stabat pada Selasa (7/9/2021) dengan nama Penggugat Susilawati Br Sembiring. Tak tanggung-tanggung 20 nama media dan wartawan digugat secara perdata dengan dugaan perbuatan melawan hukum (PMH).
Menyikapi tudingan pemberitaan media online terkait penetapan Susilawati Br Sembiring sebagai tersangka adalah berita bohong, praktisi hukum Redyanto Sidi menilai, berita tersebut bukanlah berita bohong, seperti yang disebutkan oknum pengacara berinisial TL di Langkat.
“Itu bukan berita bohong, tapi mungkin beda penafsiran. Sesuai dengan Penetapan 405 PN Stabat, sudah jelas dan tegas atas nama tersebut penetapannya sebagai tersangka. Sehingga mekanismenya harus segera dijalankan oleh JPU," kata Kepala Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Panca Budi Medan, Selasa (7/9/2021) kepada para wartawan.
Redyanto mengatakan sesuai ketentuan pada Pasal 1 No. 2 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan dengan mencari serta mengumpulkan bukti.
"Yang mana, proses penyidikan itu untuk menunjukkan unsur tindak pidana, tujuannya untuk menemukan tersangka. Penetapannya kan sudah jelas dan tegas," tandasnya. (Ril-Red)
0 Komentar