Simalungun --Masyarakat Hutalama, Kelurahan Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara menggelar ritual Maranggir di Pemandian Bah Damanik, Senin (27/9/2021).
Ritual Maranggir dilakukan untuk melestarikan budaya leluhur dan juga meminta doa agar Kampung Hutalama terlepas dari kemelut dan marabahaya.
Maranggir sendiri adalah ritual adat atau budaya membersihkan diri di Bah Damanik. Acara Maranggir ini pun digelar untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan budaya, yang selama ini terjadi di Pemandian Bah Damanik.
Tokoh adat setempat, Rosul Damanik menerangkan, Maranggir sebenarnya sudah dicatatkan di kalender pesta budaya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Biasanya pergelaran Maranggir dilakukan sebelum acara Rondang Bintang (pesta panen rakyat) untuk Kabupaten Simalungun.
“Sebelum merayakan Rondang Bintang, kita terlebih dahulu Maranggir ke Bah Damanik,” ujarnya.
Keturunan Tuan Sarimatondang atau biasa yang disebut sebagai Sipukka Huta, Edison Damanik mengatakan, kegiatan Maranggir sudah dilakukan sejak lama dari leluhur mereka. Ritual Maranggir merupakan ritual turun temurun dari Tuan Sarimatondang yang masih eksis sampai saat ini.
“Dulu ini pemandian raja, pemandian oppung kami (leluhur), di situlah kami diajak mandi dan Maranggir,” ungkapnya.
Ketua panitia Maranggir Roy Sidabalok menambahkan, kegiatan yang mereka gelar untuk menunjukkan kepada publik bahwa Pemandian Bah Damanik adalah tempat sakral dan harus dilestarikan dan dijaga. Dalam hal ini meruapakan tanggung jawab seluruh masyarakat yang ada di kampung tersebut. Dia mengatakan, banyak sejarah dan budaya yang telah hilang dari pemandian sakral ini.
“Yang jelas kegiatan ini digelar atas persetujuan masyarakat Hutalama dan untuk meluruskan sejarah, kemudian budaya yang memang ada di pemandian ini, dan kegiatan Maranggir diharapkan bisa dilaksanakan untuk seterusnya,” ucap ketua panitia Roy Sidabalok.
Dalam ritual Maranggir, tampak ratusan warga Hutalama, baik orang tua maupun pemuda ikut membersihkan diri di Bah Damanik. Prosesnya dengan cara menceburkan badan ke dalam air, kemudian wajah dan kepala dibasuh dengan menggunakan air Bah Damanik yang sudah dicampur jeruk purut dan daun sirih.
Perlu diketahui, Bah Damanik merupakan mata air sumber kehidupan masyarakat sekitar. Selain sebagai tempat untuk mandi, aliran mata air juga merupakan sumber pertanian warga.
Sejak viralnya pemandian ini, banyak pengunjung yang datang ke lokasi. Tidak hanya dari dalam provinsi Sumut, pengunjung dari luar Sumut juga bergantian ke lokasi ini. Namun keramaian itu justru berdampak buruk dari kebersihan pemandian alam ini. Aliran air yang semula bersih, kini banyak ditemukan sampah-sampah pengunjung, seperti plastik makanan
maupun botol minuman.
Hal inilah yang membuat masyarakat sepakat untuk menutup sementara pemandian alam ini, dan melangsungkan ritual yang diawali dengan pembersihan areal pemandian. (Pran)
0 Komentar