JAKARTA – Pemerintah melalui Kementrian Keuangan mengumumkan kebijakan tentang kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) mulai pada 1 Januari 2022 dengan kenaikan rata-rata 12%, Kebijakan CHT merupakan salah satu upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat yang menjadi agenda krusial dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.
Sebagai respons dari kebijakan ini, CHED ITB AD, SEAMEO RECFON dan TCSC IAKMI yang tergabung sebagai institusi yang mempunyai kepedulian pada Kenaikan Cukai Hasil Tembakau, melakukan pers conference secara daring pada 22 Desember 2021.
Persentase kenaikan tarif CHT ini selaras dengan target penerimaan cukai tahun 2022 oleh Kementrian Keuangan. Walaupun kenaikan CHT tahun 2022 lebih rendah dari dua tahun sebelumnya, namun penyederhanaan golongan ini cukup memberikan angin segar bagi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang mempertimbangkan jumlah produksi, tahun ini pertimbangan kesehatan masyarakat dan prevalensi perokok menjadi point utama dalam pengambilan kebijakan ini pemerintah cukup mempertimbangkan dampak negatif rokok bagi masyarkat.
Dalam paparannya Dr. Mukhaer Pakkanna, MM Rektor ITB AD menjelaskan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau merupakan amanah Undang – Undang Cukai no 39 tahun 2007, tarif CHT per tahun di Indonesia belum pernah mencapai tarif yang dicantumkan dalam Undang-Undang yaitu 57% dengan harga dasar perhitungan terhadap HJE.
“Bahkan jika dasar perhitungan menggunakan harga dasar harga jual pabrik maka tarif CHT sesuai Undang – Undang Cukai adalah 275%, artinya kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak masih tinggi, rokok menjadi barang konsumsi kedua setekah beras sangat realistis karena pengendalian keterjangkauan rokok melalui tarif cukai belum secara optimal dilakukan.”jelas Mukhaer.
Tutur Ede Surya Darmawan dari TCSC IAKMI Cukai sendiri merupakan salah satu kebijakan yang cost effective untuk mengurangi prevalens perokok. Namun cukai yang diberlakukan belum mampu menurunkan harga rokok eceran, sehingga konsumsi, terutama pada anak dan remaja masih terancam tinggi. “ Saya menyayangkan sikap pemerintah yang mengembalikan status amandemen PP 109/2012 ke Menteri Kesehatan RI dan menunjukkan Pemerintah menjadi tidak serius melindungi bangsa Indonesia dari bahaya yang mengancam kesehatan,” ujar Darmawan.
Sambung Grace Wangge dari SEAMEO RECFON menjabarkan bahwa kebijakan cukai yang baik di pemerintah pusat ini harus dibarengi dengan panduan yang baik untuk implementasi di daerah. “ Hasil Survey kami menunjukkan pemerintah daerah sudah punya keinginan dan niat yang baik untuk mengatasi masalah kesehatan dengan pengendalian tembakau, namun mereka perlu didampingi, “ tegas Grace. (FAHRI)
0 Komentar