Sidamanik — Anggota DPRD Sumatera Utara Dapil X Siantar-Simalungun meninjau lahan perkebunan Teh Sidamanik seluas 257 hektar yang direncanakan dikonversi dari tanaman teh menjadi sawit, Senin(18/7).
Dalam kunjungan itu, Rony Reynaldo Situmorang Fraksi NasDem, Gusmiyadi Fraksi Gerindra, Mangapul Purba Fraksi PDI Perjuangan beserta Saut Bangkit Purba Fraksi Demokrat komitmen akan tetap bersama masyarakat untuk menolak rencana konversi teh ke sawit, katanya kepada Media di sela-sela peninjauan.
Rony menegaskan pada intinya, kami melihat lebih banyak mudaratnya (menyakiti) kalau ini dikonversi menjadi sawit. Karena sudah ada contoh di Marjandi, saat dikonversi teh menjadi sawit, musibah banjir kerap terjadi di Panei Tongah, Marihat juga seperti itu, akibat tanaman sawit perkebunan, banjir tidak terbendung sampai jembatan Tanah Jawa hancur dan putus total.
Jadi secara pribadi, saya menolak rencana aksi PTPN IV, mengubah teh menjadi sawit, dan saya minta agar Pemerintah Kabupaten Simalungun kosisten atas sikapnya dan tidak akan mendukung perubahan dan tidak akan mengeluarkan ijin konversi teh menjadi sawit.
"Bagaimana pun nantinya, kami DPRD SU akan berjuang menolak dan membawa perihal konversi ini sampai ke Kementerian BUMN", Pungkas Rony.
Rony menegaskan agar PTPN jangan menjadi Belanda di tanah Simalungun. Dan memecah masyarakat untuk menggelar pasar murah dengan menjual minyak goreng. Kalau mau jadi belanda, lebih baik keluar dari Simalungun. Jadi kami tegaskan sampai kapanpun kami akan perjuangkan aspirasi banyak orang yang terdampak akibat rencana konversi ini, tuturnya.
Sementara Gusmiyadi mengakui bahwa pihaknya sudah menerima banyak aduan dari masyarakat atas penolakan konversi. Kami ingin pastikan bahwa DPRD SU akan selalu ada bersama masyarakat yang saat ini sedang melakukan perlawanan terhadap apa yang dilakukan PTPN IV.
Karena itu, dalam waktu dekat kami akan mengagendakan dan panggil PTPN IV terkait aspirasi masyarakat yang telah disampaikan kepada kami, tegasnya.
Kemudian, Mangapul menuturkan, selama dua hari kita bergerak sejalan dengan reses, kita menemukan protes yang begitu deras, bahkan fakta di lapangan bisa kita lihat, selama ada ini kegiatan satu dusun di Nagori Bahal Gajah sudah terbelah dan terkena dampak konversi ini.
Jadi artinya itu masih satu, dan analisis yang disampaikan pak Rony itu benar fakta yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh menimbulkan manfaat secara menyeluruh kita tidak ada masalah. Sementara sampai saat ini, Panei Tongah sebagai contoh, infrastruktur Pemerintah Provinsi Sumatera Utara rusak parah karena debit air yang tidak terkendali dari perkebunan kelapa sawit Marjandi.
Saya memprediksi, dari peta yang kami jalani dari Dinas Kehutanan dan pemetaan wilayah tata ruang, bahwa efek akibat konversi ini akan mucul satu tahun ke depan, bukan hanya disini bahkan efeknya sampai ke Tanah Jawa dari alur yang sudah kita pelajari bersama tim ahli.
Karenanya, kami sependapat sebaiknya rencana ini dikaji ulang dan segala aktivitas diberhentikan dulu, kalau urusan bisnis itu urusan perusahan, kami tidak masuk ke situ, kalau untung mereka tidak bilang, jadi untung ruginya itu terserah mereka, tandasnya.
Lanjut Mangapul, sisi lain temuan kami di lapangan, bahwa ada spot-spot konsesi yang terabaikan, artinya tidak terurus, padahalkan itu urusan manajemen. " Kalau Soal UP UKL Ambdal dan sebagainya, saya tegas minta kepada Bupati Simalungun, supaya konsisten dengan pernyataan awal, tidak memberikan rekomendasi apapun. Kalau untuk ke Kementerian, mungkin besok kita sudah di Jakarta, kami akan berargumen dengan Menteri terkait. "Jadi stop kegiatan ini untuk sementara", tegasnya.
Senada dikatakan Saut, secara fakta dan faktual kita sudah lihat dampak tidak ada lagi satu alasan yng membenarkan tindakan ini. Baik dari sisi amdal lingkungan. Kami sudah melihat dampak apa yang terjadi nantinya bila konversi dilakukan. Tidak hanya dari segi infrastruktur yang terimbas, banjir dan longsor juga akan terjadi.
Sebenarnya kalau kita pelajari dari jauh, secara geografis manfaat ke Pemkab Simalungun tidak ada apabila konversi dilakukan. Namun alangkah baiknya lagi kalau potensi-potensi pariwisata itu yang di kedepankan dan akan lebih menyentuh masyarakat.
Diakui Saut, dari beberapa keluhan masyarakat yang berbatasan dengan PTPN IV, semuanya mengeluh karena merasakan dampak buruk akibat banjir dan longsor kerap melanda wilayah yang berada di sekitar PTPN IV.
Oleh karena itu, salah satu cara yang terakhir adalah rekomendasi Bupati. "Kalau nanti Bupati tetap mengeluarkan rekomendasi, Pemkab Simalungun harus bertanggungjawab atas semua ini. Jadi Taming terakhir ada di Bupati, tandasnya.(Red)
0 Komentar