Tarunaglobalnews.com Medan — Sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) yang diterbitkan Dinas TRTB Medan, sekarang Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (DPKPPR) Kota Medan kembali menjadi sorotan publik.
DPKPPR dituding sarat KKN atas penerimaan retribusi PAD dari perizinan yang tidak masuk ke kas daerah. Artinya ada modus down up dan manipulasi laporan ke Walikota Medan berpotensi merugikan keuangan daerah miliaran rupiah setiap dilakukan oknum pejabat DPKPPR Kota Medan.
Anehnya, sampai saat ini belum ada kasus tersebut yang naik ke Pengadilan Tipikor. Isu yang beredar oknum Kadis memberikan upeti setiap mungkin agar modus dan kejahatan tersebut tidak diungkap.
Bahkan oknum pejabat DPKPPR Kota Medan cenderung tebang pilih dan lebih mengamankan kroni- Kroninya yang notabene pengusaha properti kelas Kakap di Medan.
Tidak hanya itu, ada kasus menarik dan sempat menjadi sorotan publik termasuk DPRD Medan dan Aparat Penegak Hukum yakni kasus yang disampaikan masa GPII Kota Medan. Mereka melakukan aksi unjuk rasa mereka geruduk kantor Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Dan Penataan Ruang Kota Medan terkait proyek Pembangunan Pusat UMKM Sakasanwira Kec. Medan Marelan.
Terdapat proyek pekerjaan yang dilakukan oleh Dinas Perkim dan Penataan Ruang Kota Medan untuk Pembangunan Pusat UMKM Sakasanwira Kec. Medan Marelan yang berlokasi di Jl. Kapten Rahmat Budin Link. 15 Kel. Terjun Kec. Medan Marelan. Infomasinya Proyek tersebut berada di lokasi yang tidak strategis dan di apit oleh beberapa gudang serta rentan akan terjadinya banjir dan diduga keras lokasi bangunan tersebut berdiri diatas tanah milik dari keluarga Kepala Dinas.
"Proyek tersebut terkesan dipaksakan, bahkan parahnya lagi, proyek dengan pagu anggaran yang sangat besar diduga tidak membuat pagar baru melainkan menyulap pagar lama dengan cara di cat ulang, Pekerjaan pagar yang seharusnya menghabiskan anggaran ratusan juta rupiah menjadi puluhan juta saja," ujar Ojak Hutagalung.
Kasus dugaan korupsi tersebut sempat viral di media sosial.
Ketua GPII Kota Medan Iskandar Mubin Dongoran menyampaikan bahwa telah dilakukan investigasi langsung ke lokasi proyek pembangunan menemukan bahwa lokasinya tidak strategis, dan pagarnya adalah pagar lama yang di cat ulang, sangat mirip dengan pagu Anggaran Rp2.863.158.000, sesuai tanggal kontrak 08 September 2023, dengan pelaksana CV. TPN. Ternyata pagarnya adalah pagar lama tapi PA dan KPA menyetujui pembayaran. Apa boleh dan kenapa Aparat Penegak Hukum tidak membongkar kasus tersebut, ujarnya herannya lagi.
Kasus di proyek kompleks perumahan yang tidak sesuai ketentuan namun aman -aman saja. Artinya, ada indikasi penerbitan SIMB terjadi pungli tidak sesuai antara jumlah fisik. Ini merupakan kejahatan oknum tapi tidak diketahui Walikota Medan.
"Di kompleks CBD, kompleks Singapura Station Jln Brigjen Katamso Medan yang diduga melanggar peraturan karena memasuki kawasan jalur hijau. Beredar isu oknum Dinas TRTB pada saat ikut terlibat menerbitkan izin dengan rekayasa yang akhirnya merugikan keuangan daerah, melawan hukum dan memperkaya diri", tegas Ojak Hutagalung.
Bahkan, ujarnya lagi, fasilitas sosial dan dan fasilitas umum diabaikan karena kongkalingkong dengan pengusaha properti.
"Saya yakin Walikota Medan Bobby Nasution hanya korban Asal Bapak Senang. Kepala Dinas tidak menyampaikan fakta sebesarnya. Akibatnya banyak retribusi PAD mengalami kebocoran miliaran rupiah setiap tahun masuk ke kantong pribadi, tegasnya.
Menguji Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
Dengan pertimbangan melaksanakan ketentuan Pasar 22, Pasal 31, Pasal 50 ayat (3), Pasal 53 ayat (3), Pasal 55 ayat (6), Pasal 58 ayat (4), Pasal 84 ayat (7), Pasal 85 ayat (5), Pasal 90, Pasal 93, Pasal 95 ayat (6), Pasal 104, Pasal 113, dan Pasal 150 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman.
Presiden Joko Widodo pada 25 Mei 2016 lalu telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. Penyelenggaraan perumahan
b. Penyelenggaraan kawasan permukiman
c. keterpaduan prasarana, Sarana, Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman
d. pemeliharaan dan perbaikan
e. pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan Kumuh dan permukiman kumuh
f. Konsolidasi tanah
g. Sanksi administrasi.
Menurut PP ini, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman;
memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggara Perumahan dan Kawasan permukiman dan mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman.
“Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan, dan dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagai dasar penyelenggaraan perumahan,” bunyi Pasal 4 ayat (1 dan 2) PP ini.
PP ini menegaskan bahwa pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan, dan dilaksanakan melalui upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan Rumah beserta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang terpadu dengan penataan lingkungan sekitar.
“Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan Hunian Berimbang, yang dalam satu hamparan, kecuali untuk Badan Hukum Perumahan yang seluruhnya pemenuhan Rumah umum,” bunyi Pasal 21 ayat (1,2, dan 3) PP No.14 Tahun 2016.
Dalam hal pembangunan perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan, menurut PP ini, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi.
“Badan hukum yang melakukan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan wajib menyediakan akses dari Rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja,” tegas Pasal 21 ayat 5 PP ini.
Pemasaran, PP ini juga menegaskan bahwa rumah tinggal dan/atau rumah deret yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah
b. hal yang diperjanjikan
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
d. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
“Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tinggal dan/atau Rumah deret, tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 22 ayat (5) PP ini.
Mengenai pemanfaatan, PP ini menegaskan bahwa rumah dimaksud dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian. Selain itu, pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian juga harus memastikan terpeliharanya perumahan dan Lingkungan Hunian.
Kewajiban Pemerintah
Menurut PP ini, Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
“Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud dapat berupa:
a. subsidi perolehan rumah
b. stimulan rumah swadaya
c. insentif perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah, sertifikasi tanah dan/atau prasarana, sarana, dan utilitas umum,” bunyi Pasal 37 ayat (1,2,3) PP No. 14 Tahun 2016 itu.
Bantuan pembangunan rumah bagi MBR itu, menurut PP ini, dapat diberikan dalam bentuk:
a. dana
b. bahan bangunan rumah dan
c. prasarana, sarana, dan utilitas umum, yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Bantuan pembangunan rumah bagi MBR dapat diperoleh dari Badan Hukum melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 40 PP ini.
"Oleh karena itu, apakah DPKPPR Kota Medan sudah melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka tidak tertutup kemungkinan kasus ini dapat menyeret oknum ke Pengadilan Tipikor," tegas Ojak Hutagalung. (ewi)
0 Komentar