Breaking News

6/recent/ticker-posts

Komisi B DPRD Sumut Cek Kondisi Blok Sarina di PTPN IV Regional 1 Kebun Bangun

Tarunagalobalnews.com Simalungun — Komisi B DPRD Sumut melakukan kunjungan resmi untuk meninjau kondisi Blok Sarina yang berada di Afdeling I, PTPN IV Regional I Kebun Bangun tepatnya di Nagori Senio, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, Kamis (08/08/2024) siang. Kunjungan itu merupakan tindak lanjut atas permintaan warga 6 nagori yang meminta supaya lahan konservasi di areal HGU dikembalikan sebagaimana semestinya.

Gusmiyadi Ketua Komisi B DPRD Sumut mengatakan kegiatan ini merupakan tindak lanjut atas Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Dikatakannya, dari keterangan yang disampaikan masyarakat bahwasannya Blok Sarina itu merupakan lahan konservasi yang dulunya sumber air yang mencukupi untuk kebutuhan pertanian di 6 nagori mencakupi Nagori Serapuh, Margomulyo, Silulu, Dolok Malela, Bandar Siantar dan Pematang Gajing. 

Seiring berjalannya waktu, pihak perkebunan mengambil alih lahan tersebut dan menanami lahan tersebut dengan tanaman produksi. "Kita lihat diantara tanaman Karet terlihat ada tanaman Sawit. Dan adanya parit ini membuktikan bahwa lahan ini dulunya adalah rawa," katanya seraya menunjuk parit yang berada diantara gang tanaman produksi.

Sementara itu, Ebenezer Sitorus, Anggota DPRD Sumut lainnya mengatakan perbaikan kondisi ini tidak mudah untuk dikembalikan sebagaimana semestinya. Hanya saja pihaknya berharap agar persoalan ini segera diselesaikan. "Kita tahu bahwa tanaman sawit ini konsumsi airnya sangat tinggi. Jadi kalau lahan ini ditanami sawit, wajar kalau sumber air di sini mati. Lagian, saya lihat masih ada lahan yang tidak produktif, kalau ada permintaan masyarakat supaya ditanami pohon rumbia sebaiknya ditanami dulu," katanya.

Jasman Saragih, warga Nagori Silulu yang merupakan mantan Pangulu Serapuh menceritakan kondisi lahan ini pada zamannya. "Dulunya air dari lahan ini (Konservasi, red) cukup untuk mengairi lahan pertanian warga, tetapi pada tahun 80-an ada program penambahan pemetaan sawah seluas 100 hektar lebih. Pada saat itu, ada juga program Proyek Irigasi Simalungun (PIS) sehingga pada tahun itu ada proyek irigasi dari Sungai Bah Bolon dan ada penambahan air untuk irigasi dari Batu 4. Dan itulah mengapa ada irigasi yang mengaliri lahan saat ini. Nah, irigasi yang ada saat ini tidak cukup untuk mengaliri sawah yang luasnya ratusan hektar, sehingga tanaman padi warga kekeringan dan diserang hama," ungkap mantan pangulu Serapuh Besar ini.

Suradi warga Nagori Serapuh yang merupakan mantan Mandor 1 Kebun Bangun mengatakan bahwa lahan tersebut dulunya merupakan lahan sumber air (Rawa, red) yang luasnya mencapai 20-an hektar, tetapi pada saat musim tanam pada tahun 2000-an lahan tersebut beralih fungsi. 

"Dulu aku mandor 1 di areal ini. Dulunya ini adalah sumber air luasnya sampai 20-an hektar. Kondisi ini berubah sejak tahun 2000-an, waktu itu lahan ini dibuat Bedengan (bukit buatan, red). Lambat laun tanaman pohon keras habis ditebang, bulldozer nimbun mata air. Sampai akhirnya airnya mati dan menjadi kering," jelasnya.

Gusmiyadi menambahkan, pihaknya akan membawa permasalahan ini hingga ke Kementerian BUMN agas permohonan warga ini dapat diselesaikan dan mengembalikan lahan konservasi ini ke sebagaimana semestinya. "Kalau masalah ini belum bisa diselesaikan di sini, kita akan membawa aspirasi warga ini ke Pusat, ke Kementerian BUMN," tambahnya.

Ia berharap agar pihak perkebunan dapat mengabulkan permohonan warga ini. Dan warga kembali dapat menikmati apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat, mengingat saat ini kondisi persawahan masyarakat masih kekurangan debit air.

Terpisah, Sunggul Wandi Sihaloho, Manajer Kebun Bangun mengatakan kondisi lahan yang ada tidak dapat diubah sesuai keinginan masyarakat. Akan tetapi pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pimpinan di Kota Medan atas permintaan warga. "Permintaan masyarakat itu jelas kita dengarkan, kita akan sampaikan permintaan masyarakat ini ke Pimpinan yang ada di Medan. Kalau kondisi saat ini, kita menyakini lahan tersebut merupakan sumber resapan, bukan mata air. Kalau terkait tamanan rumbia seperti yang dimintakan masyarakat pihaknya tetap akan berkoordinasi dengan pimpinan," jelasnya saat diwawancarai di kantornya. (Adi)

Posting Komentar

0 Komentar