Tarunaglobalnews.com Deli Serdang — Sungguh tragis nasib yang dialami 200 (Dua ratus) kepala keluarga (KK), masyarakat yang bermukim di 5 (lima) Desa di kecamatan Sibirubiru Kabupaten Deli Serdang provinsi Sumatera Utara.
Pasalnya ada sekitar 200 (dua ratus) kepala keluarga (KK) masyarakat yang bermukim di 5 (lima) desa yakni warga Desa Sari Labah,desa Rumah Gerat,desa Kuala Dekah,desa Penen dan desa Mardinding kecamatan Sibirubiru belum menerima uang ganti rugi tanahnya yang menjadi bagian dari proyek strategis nasional bendungan Lau Simeme di kecamatan Sibirubiru kabupaten Deli Serdang provinsi Sumatera Utara.
Proyek bendungan ini ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra II Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Bendungan yang ditargetkan akan memiliki kapasitas tampung 21,07 juta meter kubik dan memiliki dua fungsi utama yaitu untuk mengurangi potensi banjir area Kota Medan sebesar 289 meter kubik/detik serta penyediaan air baku sebesar 3.000 liter/detik.Sehingga bendungan yang merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) ini juga memiliki fungsi tambahan yaitu untuk penyediaan energi listrik serta sebagai destinasi pariwisata sekaligus menambah suplai air baku untuk 600 ribu jiwa di Medan dan Deliserdang.
Keluh kesah 200 kepala keluarga tersebut akhirnya sampai juga ke telinga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Komisi I kabupaten Deli Serdang.
Dari hasil kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak terkait dan peninjauan langsung ke lokasi pembangunan bendungan Lau Simeme, selanjutnya DPRD kabupaten Deli Serdang akhirnya melayangkan surat rekomendasi dengan nomor 593 / 6573 tanggal 30 September yang ditandatangani oleh ketua DPRD kabupaten Deli Serdang Zakky Shari,SH untuk ditindaklanjuti oleh pimpinan Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) MBPRU cabang Medan sebagai instansi pemberi nilai/harga tanah masyarakat yang berkantor di Ira Building Lt 1 Jln Cactus Raya Blok J No.1 Komplek Taman Setia Budi Indah Tanjung Sari,yaitu:
1. Bahwa masyarakat yang berada di lokasi pembangunan bendungan tersebut sangat mendukung proses dan keberadaan bendungan, karena masyarakat menyadari bahwa sebagai salah satu proyek strategis nasional, bendungan tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Bahwa kami (DPRD) menemukan penilaian ganti rugi atas tanah masyarakat terhadap pembangunan bendungan tersebut yang dilakukan oleh KJPP MBPRU cabang Medan belum mencerminkan ganti rugi yang berkeadilan karena adanya perbedaan harga ganti rugi padahal pembangunan atas tanah tersebut menjadi satu kesatuan atas pembangunan bendungan tersebut.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas selanjutnya meminta kepada KJPP MBPRU sebagai instansi yang melakukan penilaian atas tanah tersebut untuk dapat melakukan perhitungan ulang atas tanah masyarakat yang dijadikan bendungan tersebut tanpa membedakan nilai harga atas tanah sehingga ganti rugi atas tanah tersebut menjadi berkeadilan dan kepada instansi terkait atas proses ganti rugi ini diharapkan dapat mendukung proses penilaian ulang ini.
Saat awak media melakukan peninjauan langsung di lokasi bendungan Lau Simeme terlihat puluhan warga sedang berkumpul. Kepada awak media masyarakat yang tergabung di kelompok “Aksi Damai” mengungkapan keluh kesahnya prihal belum adanya uang ganti rugi yang diterima masyarakat.
Seperti dikatakan salah satu tokoh masyarakat sekaligus ketua Aksi Damai Rasip Sembiring warga Kuala Dekah menyesalkan pemberian nilai harga tanah tidak merata atau tidak sama Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dilakukan oleh KJPP MBPRU cabang Medan.Dan untuk ganti rugi tanah yang terimbas dari proyek strategis nasional tersebut tidak pernah disosialisasikan.
“Sungguh sangat disesalkan tidak adanya transparasi atau keterbukaan informasi publik prihal KJPP MBPRU cabang Medan memberikan nilai uang untuk ganti rugi tanah kami sebelum proyek bendungan ini dikerjakan tidak pernah disosialisasikan masalah harga ganti rugi tanah kami.Kami hanya dikumpulkan di ruang aula kantor Camat Sibirubiru lalu diberi amplop dan didalam amplop itu ada kertas kecil yang bertuliskan nilai ganti rugi tanah kami permeternya,ada yang nilainya Rp 15.,OOO,- (Lima belas ribu rupiah) per meter ,ada yang Rp 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah) permeter bahkan ada yang Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) permeter,”terang Rasip Sembiring pada awak media ini,Rabu 23 Oktober 2024 sekitar pukul 11.00 Wib.
Di lokasi yang sama, Bosman Manik,SH dan Surya Darma,SH,MH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Sumatera Utara selaku kuasa hukum dari masyarakat yang terdampak dari pembangunan bendungan Lau Simeme yang belum menerima haknya turut memberikan keterangan pers kepada awak media.
Lebih lanjut,Surya Darma,SH kepada awak media ini menyebutkan permasalahan ini pihak kuasa hukum dari Ikadin sudah mengajukan gugatan terhadap Balai Wilayah Sungai Sumatera II ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan dalam putusan hakim dimenangkan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera II.Selanjutnya kuasa hukum dari Ikadin mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan lagi berproses.
“Pada bulan Mei 2024 kita melakukan gugatan ganti rugi ke PN Lubuk Pakam kebetulan tim kita dibagi 2 (dua) ada yang bernaung di LBH Ikadin Sumatera Utara dan satu tim dari Erik Pulungan.Kita tinggal tunggu putusan dari Mahkamah Agung,semoga Mahkamah Agung mengabulkan kasasi kami.Ada 200 (dua ratus) Register di PN Lubuk Pakam.Dari putusan hakim ada yang terkabul,ada yang ditolak dan ada yang NO,”beber Surya Darma,Rabu 23 Oktober 2024.
Sementara itu informasi diterima awak media luas area keseluruhan bendungan mencapai 480,2 Ha yang meliputi Desa Sari Labah,Desa Rumah Gerat,Desa Kuala Dekah,Desa Penen dan Desa Mardinding.
Nampatih Sembiring warga desa Kuala Dekah menyebutkan sudah hampir 5 (lima) tahun sebanyak 200 KK yang terdiri dari warga yang bermukim di 5 (lima) Desa Sari Labah,desa Rumah Gerat,desa Kuala Dekah,desa Penen dan desa Mardinding berjuang untuk mendapatkan hak ganti rugi tanahnya yang sudah menjadi proyek strategis nasional tersebut.
“Akibat belum dibayarkannya uang ganti rugi tersebut,200 Kepala Keluarga terancam menjadi pengangguran dan tidak bisa lagi membiayai kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak-anaknya,” ucap Nampatih Sembiring lirih.
Masih menurut Nampatih Sembiring, 200 (Dua ratus) Kepala Keluarga di 5 (lima) desa yang belum menerima uang ganti rugi berharap pihak instansi terkait mensegerakan uang ganti rugi tanahnya,agar masyarakat bisa membeli lagi lahan pengganti di tempat yang lain untuk berkebun sebagai sumber kebutuhan hidup. (Ewi)
0 Komentar