Tarunaglobalnews.com Pematang Siantar — Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara kunjungi lokasi kasus konflik tanah masyarakat di Gurilla antara Masyarakat dan PN4 yang berubah menjadi PN3 Kebun Bangun, di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar. Kamis (27/2/2025) saat ini.
Kunjungan tersebut berdasakan surat aduan masyarakat yang tergabung Dalam Kelompok Tani Forum Tani Sejahtera (Futasi) Gurilla kepada DPRD Sumut yang sudah disampaikan jauh sebelumnya.
Ketua Komisi A H. Usman Jakfar diwakili Wakil Ketua Zeira Salim Ritonga, SE, dalam kunjungannya di Ruang Data Pemko, bersama Pemko Pematangsiantar, PN 3 Kebun Bangun, Camat Gurilla dan Lurah Basorma menyampaikan, bahwa kasus ini sebenarnya tidak sulit menyelesaikan jika ada niatan baik dari pihak PTPN, sebab, tanah tersebut sudah diusahakan rakyat Sejak 20 tahun yang lalu. Katanya.
Kemudian, sudah ada peradaban di lokasi tersebut, ada jalan yang dibangun pemerintah, fasilitas negara dan fasilitas umum lainnya seperti gereja dan mesjid.
Kalau mengikuti aturan terkait perpanjangan HGU saat ini, PN3 harus menyediakan lahan plasma bagi masyarakat sekira 20% dari luas HGU. dan itu adalah program Kementerian menyelesaikan persoalan kasus konflik tanah.
"Saya pikir PTPN harus lah membuka diri dalam penyelesaian kasus ini, sebab 144 kepala keluarga masyarakat dalam konflik tersebut adalah rakyat indonesia, yang membutuhkan kepastian hidup untuk sehari-harinya tanpa ada gangguan dalam status tanah dan pertanian mereka," kata Ritonga.
Sebelumnya, pihak PTPN memaparkan bahwa mereka melakukan pengamanan aset negara, dan mengatakan lahan tersebut masuk dalam HGU No 1 tahun 2006.
Mereka juga mengklaim bahwa masyarakat diatas lokasi tersebut telah banyak di akomodir untuk berpindah dengan pemberian tali asih/sagu hati. Namun, ada beberapa warga diatas lahan 5 Ha tetap tidak mau berpindah dan menerima tali asih tersebut. kata Manager tersebut.
Selain itu, pihak Kebun juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memenangkan gugatan di tingkat PTUN, terkait kasus tersebut.
Salah satu anggota Komisi A Irham Buana Nasution, menyampaikan dalam pertemuan tersebut boleh saja PN3 Bangun bicara menang dalam kasus melawan rakyat, dan bicara penyelamatan aset negara.
Tetapi perlu dipahami, bahwa kasus Futasi Gurilla yang sampai ke Komisi A, bahwa persoalan ini adalah tentang hajat hidup orang banyak. Dimana sudah ada peradaban rakyat diatas lahan yang kuasai rakyat saat ini.
"Tadinya saya berfikir ada masyarakat dalam pertemuan ini, sehingga dapat didengar keterangannya, bagaimana kita akan menyelesaikan persoalan tidak ada rakyat berkonflik hadir dalam pembahasan. Jadi kita jangan berpikir bahwa itu perampas tanah negara, melainkan mereka berhak hidup diatas tanah dan di negara Republik Indonesia ini. Serta berhak untuk mendapatkan kehidupan yang berkeadilan. Sehingga pihak Kebun harus siap membuka peluang untuk menyelesaikan persoalan ini, tidak hanya bicara memberi uang, melainkan enclave lahan buat rakyat demi keberlangsungan hidup," katanya.
Sekretaris Daerah Pemko Siantar Junaidi Sitanggang menyampaikan bahwa persoalan ini telah dimediasi oleh Staf Kepresidenan untuk penyelesaian, konflik dan dengan poin semua pihak agak menahan diri dan menjaga kondusifitas. Selain itu, agar Kementerian ATR/BPN segera membentuk Tim penyelesaian kasus konflik tanah tersebut.
Usai pertemuan di Pemko Anggota Komisi A tersebut langsung meninjau lokasi konflik dan bertemu dengan masyarakat.
Sekretaris Forum Tani Sejatera Indonesia (FUTASI) Gurilla Feri R Panjaitan mengatakan terima kasih atas kunjungan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dan bersedia mendengarkan aspirasi warga di gurrila.
Sejak tahun 2003 masyarakat sudah menduduki lahan Eks PTPN III sekarang dan sudah mengusahai lahan selama kurang lebih 20 Tahun.
Sejak adanya Program Strategis Nasional (PSN) bahwa puluhan rumah dan tanaman warga di rusak oleh Eks PTPN III dengan menggunakan Alat berat Eksavator dan di kawal ratusan personil TNI/Polri dan Pam Swakarsa.
Berdasarkan data - data surat tahun 2006 dari PTPN terdapat lahan dibawah Pemerintah Kota Pematangsiantar seluas 570 Ha di Tanjung pinggir dan 126 Ha di Gurilla.
Dan surat tersebut mempertegas skala perioritas yang harus dilepas terlebih dahulu adalah Gurilla akan tetapi yang terjadi lahan tersebut diokupasi oleh Eks PTPN III.
"HGU PTPN III di Kampung Pasar Baru Gurilla, disinyalir tidak benar. Hingga saat ini tidak ada HGU perusahaan tersebut," katanya.
Terjadinya pemberian tali asih kepada masyarakat, dikarenakan intimidasi, bukan karena kehendak masyarakat.
"Selalu di intimidasi akhirnya menyerah dan menerima, bukan karena ingin," tambahnya.
Di lahan konflik Wakil Ketua Komisi A Zeira menyampaikan segera masyarakat kirimkan data - data dalam satu minggu ini, agar kita bawa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) nantinya.
"Kepada manager kebun, kami minta hindari konflik fisik menunggu kita lakukan RDP, kehadiran ini menjadi langkah awal, jangan ada saling ganggu, biar sama - sama tanaman di atas lahan berjalan dengan baik," kata Zeira.
Mak Nisa salah satu warga mengharapkan Anggota DPRD Sumut dapat membantu proses penyelesaian kasus tanah mereka.
"Saya pak korban pemukulan yang dilakukan satpam Kebun tidak punya prikemanusiaan dan itu terjadi saat saya menggendong anak saya. Kami minta pak bantu kami," katanya.
Sawit yang ada saat ini adalah tanaman yang batu ditanam Kebun, sebelumnya itu adalah tanaman durian, petai, jengkol, rambutan dan lainnya.
"Saat mereka melakukan okupasi paksa saat itu, tanaman kami disumbangkan dan langsung ditanam sehingga barang buktinya hilang," kata salah satu warga.
Anggota Komisi A yang turut hadir adalah Dr. H. Hefriansyah SE, MM, A Megawati Zebua, apt. Cherial Sri Pratiwi Laia, S.Farm, Drs. H. Abdul Khair, MM dan Paltak Siburian.
Reporter : JS/CKKR
0 Komentar