Tarunaglobalnews.com Padangsidimpuan — Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel menggelar konferensi pers pada (19/03/2025) untuk mendesak keadilan bagi HAD, seorang anak perempuan berusia empat tahun yang menjadi korban kekerasan seksual di Padangsidimpuan.
Kejadian ini terungkap ketika ibu korban menemukan cairan lendir bercampur darah pada anaknya saat di kamar mandi. Setelah ditanya, korban dengan polos menyebut Bang Heri (Pelaku) dan menjelaskan tindakan tidak senonoh yang dilakukan, termasuk memasukkan jari dan "lato-lato" ke area pribadinya.(12/2024).
Ibu korban yang terkejut dan sedih langsung melaporkan kejadian ini ke polisi. Akibat kejadian ini, korban mengalami trauma mendalam dan ketakutan terhadap laki-laki.
Menurut keterangan, kejadian terjadi di rumah pelaku saat kosong. Pelaku juga memiliki hubungan keluarga dengan korban dan juga ibunya pernah bekerja di rumah korban.
Kuasa hukum korban sekaligus Ketua Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel, Rha Hasibuan telah berkoordinasi dengan jaksa yang mengungkapkan bahwa berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan dua minggu lalu. Jaksa juga meminta Unit PPA Satreskrim Polres Padangsidimpuan melengkapi beberapa dokumen, termasuk hasil pemeriksaan psikologi pelaku, tetapi berkas tersebut belum dilimpahkan kembali ke kejaksaan hingga saat ini.
Dalam konferensi pers tersebut, Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel menyoroti kejanggalan dalam proses hukum dan mendesak pihak berwenang untuk segera menahan pelaku.
Kuasa hukum korban, Rha Hasibuan, mengungkapkan bahwa pelaku, HS (18), yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap korban, telah dibebaskan setelah tiga hari penahanan dengan alasan penangguhan penahanan. Keputusan ini dipertanyakan, mengingat seriusnya perbuatan pelaku dan dampak trauma yang dialami korban. (27/01/2025).
"Kami mempertanyakan alasan penyidik menangguhkan penahanan, mengingat perbuatan pelaku sangat serius dan menyebabkan trauma berat pada korban," ujar Rha Hasibuan.
Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel juga menyoroti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pasal 32 ayat 2, yang menyatakan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan jika pelaku berusia 14 tahun atau lebih. Pihak Korban merasa heran karena pelaku, yang sudah berusia 18 tahun, seharusnya bisa ditahan.
Dalam konferensi pers tersebut, Rha Hasibuan juga menyampaikan dukungan moral kepada korban dan keluarganya, serta menekankan pentingnya pemulihan trauma yang dialami korban. Mereka mendesak Kapolres Padangsidimpuan untuk memberikan perhatian khusus pada kasus ini dan segera menahan pelaku.
"Kami mencari keadilan! Anak saya terluka secara fisik dan mental. Tolong jangan biarkan kasus ini berlarut-larut. Kami mohon pelaku segera ditahan dan diproses hukum," pinta ibu korban dengan penuh harap.
Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel, bersama dengan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, menyatakan komitmen penuh untuk mengawal kasus ini hingga tuntas dan memperjuangkan keadilan bagi korban. (SA)
0 Komentar