Tarunaglobalnews.com Tebing Tinggi —Ratama Saragih, S.H Pengamat kebijakan publik dan anggaran mengatakan, Kota Tebing Tinggi sudah waktunya berbenah diri dengan mengelola Tata Ruang kotanya sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ditegaskannya, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, laut dan udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
"Di dalam penjelasan Undang-undang yang dimaksud disebutkan, bahwa Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah, namun untuk mewujudkan wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan proses Perencanaannya untuk menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antar pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan," ucap Ratama kepada awak media Tarunaglobalnews.com. Senin, (10/3/2025).
"Pemikiran ini tidak berlanjut kepada penetapan batas-batas yang menjadi ruang lingkup kegiatan penataan ruang yang dimaksud sehingga, mengakibatkan adanya disparitas, kesenjangan antar daerah yang satu dengan daerah yang lain yang berdampak pada tingkat kesejahteraan rakyatnya dan berimplikasi dengan berbagai kegiatan sektoral baik mengenai pengaturannya maupun penyelenggaraannya sehingga harus jelas sampai dimana batas keberlakuan tata ruang dan hukum tata ruangnya," sambung Ratama
Diapit tiga daerah kabupaten menjadikan Kota Tebing Tinggi harus berusaha keras memberdayakan potensi daerahnya dan perencanaan tata ruangnya sebab jika ditinjau dari penekanan pada kata “TATA”ada makna pengaturan susunan ruang suatu wilayah/daerah (kawasan) sehingga tercipta persyaratan yang bermanfaat secara ekonomi, sosial budaya dan politik sebagaimana jelaskan dalam pasal 1 butir 2 Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menegaskan bahwa Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang dimana ada pola ruang, struktur ruang, dan yang lebih penting pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
Kota Tebing Tinggi sebagai suatu kota yang punya Tata Ruang sebagai wujud penataan ruang pada intinya merupakan sarana untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang memasukkan pertimbangan lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi, tujuan pengentasan kemiskinan, dimana ada manfaat yang diperoleh melebihi biaya yang dikeluarkan .
Menurut Ratama Saragih, dalam membuat Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Tebing Tinggi harus mendasarkan atas wilayah administratif dengan muatan substansi rencana struktur dan pola ruang yang disusun berdasarkan nilai strategis kawasan/kegiatan yang dikemas dalam Rencana Rincian Tata Ruang (RRTR) sebagai operasional dari RUTR itu sendiri sehingga ada capaian tujuan penataan ruang dimaksud sebagaimana diatur dalam pasal 3 Undang-undang Penataan Ruang bahwa ada tiga kriteria capaian tujuan penataan ruang yaitu ditandai dengan kondisi dimana ada :
1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan hidup alam dan lingkungan hidup buatan.
2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya Alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan Sumber daya manusianya (Kuantitas dan Kualitasnya)
3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan fungsi dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat penataan ruang.
Pada intinya Rencana Tata Ruang wilayah kota (RTRW Kota) diatur dalam pasal 28 Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan dimana ada perencanaan :
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan jalur hijau
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan Umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana.
"Perencanaan dimaksud sangat dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah, dimana ada ruang terbuka hijau publik dan ada ruang terbuka hijau privat yang proporsinya sebesar 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota dengan pengertian proporsi ruang terbuka hijau publik minimal 20% dari luas wilayah kota sebagaimana diatur dalam pasal 29 ayat (1), (2) dan ayat (3) Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang," pungkas Ratama.(Kongli Saragih S.Si)
0 Komentar